Tahukah Anda, jika perkembangan jaman saat ini tidak membuat KDRT terhadap perempuan dan anak berkurang? Dilansir dari CNN Indonesia, berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 14.517 kasus kekerasan anak. Bahkan, setengahnya merupakan kasus kekerasan seksual. Terdapat 10.247 kasus kekerasan dengan sebanyak 15,2 % merupakan kekerasan seksual terhadap perempuan. Malangnya, sebagian besar kekerasan ini terjadi di dalam sebuah rumah tangga. Kasus kekerasan ini sering timbul menjadi KDRT terhadap Perempuan dan Anak.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah semua perbuatan terhadap seseorang dalam relasi rumah tangga yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan berupa penderitaan fisik, seksual, psikis, dan juga penderitaan berupa penelantaran rumah tangga (Novirianti, Farouk, & Soetono, 2005). KDRT terhadap perempuan dan anak bahkan bisa terjadi di sekitar llingkungan Anda. Terutama di rumah Anda.
KDRT terhadap perempuan dan anak dapat terjadi di dalam lingkup keluarga manapun. Tidak terbatas dari segi agama manapun, budaya, ataupun suku bangsa, baik dari pelaku maupun korbannya. Jangan pula dikira bila KDRT lebih sering terjadi di lingkungan strata ekonomi ke bawah, tanpa background agama yang kuat dan pendidikan yang tinggi. Tanpa Anda duga, KDRT dapat terjadi di lingkungan keluarga yang kaya, berpendidikan dan terhormat di mata masyarakat. Walaupun berpendidikan dan memiliki pangkat tinggi, tidak membuat seseorang terhindar menjadi pelaku KDRT. Bahkan, bisa saja pelaku memiliki jabatan dan dipandang tinggi kedudukannya di dalam masyarakat. Ada pula perilaku KDRT yang terjadi di dalam keluarga yang dari luar terlihat sangat agamis. Bahkan, sering kali pelaku mengatas namakan agama untuk melakukan tindak KDRT. Para istri ketika dianggap membangkang terhadap suami, mereka akan mendapatkan intimidasi dan dihancurkan secara psikologis, dengan dimaki dan dikatakan sebagai istri yang durhaka. Sayangnya, banyak yang berpendapat jika KDRT merupakan urusan intern keluarga dan rumah tangga. Itu sebabnya, banyak korban KDRT yang takut atau malu untuk mengungkapkan kekerasan yang terjadi terhadap dirinya. Mereka merasa hal tersebut adalah tabu atau merupakan aib yang tidak boleh diketahui orang lain.
Bentuk-bentuk KDRT
Banyak korban KDRT terhadap perempuan dan anak yang tidak sadar bahwa dirinya adalah korban. Ini dikarenakan KDRT selalu diidentikan dengan bentuk kekerasan fisik. Sebenarnya bentuk-bentuk kekerasan pada KDRT tidak hanya dalam kekerasan fisik saja. Jika Anda ingin tahu apakah sebenarnya Anda juga adalah korban KDRT, simak apakah beberapa bentuk KDRT ini sering terjadi pada Anda?
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik memang umumnya dialami oleh korban KDRT terhadap perempuan dan anak secara fisik dan menimbulkan bekas fisik. Ada yang ditampar, dipukul, ditendang, bahkan tidak sedikit korban KDRT yang disudut salah satu bagian tubuhnya dengan rokok. Tentunya hal ini akan sangat mengerikan, karena tidak hanya berdampak adanya trauma pada korban. Tapi juga bisa menyebabkan luka fisik hingga kematian.
Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis telah terjadi apabila terdapat pernyataan dari pelaku dengan amarah, penghinaan, umpatan, pelabelan negatif serta dengan gaya tubuh yang merendahkan. Pernyataan tersebut dilakukan dengan adanya tindakan menghina, menekan serta merendahkan korban. Tujuannya untuk membatasi serta mengontrol korban sehingga akan mengikuti semua tuntutan dari pelaku. Bahayanya dari kekerasan psikis ini tidak hanya menimbulkan rasa takut dan trauma bagi korban. Di mana korban akan merasa tidak berdaya akibat kehilangan rasa percaya dirinya. Dan korban akan kehilangannya untuk melakukan suatu tindakan. Tingkat keparahan kekerasan fisik ini juga dapat memprediksi tingkat depresi pada korban KDRT terhadap perempuan dan anak. Rata-rata gangguan stress pasca trauma pada perempuan yang mengalami siksaan (secara fisik cukup tinggi, berkisar antara 45% sampai 84% (Levendosky & Bermann, dalam Sukmawati, 2014). Tidak seperti korban kekerasan fisik, kekerasan psikis memang tidak dapat terlihat secara kasat mata. Namun dampak dari kekerasan fisik ini sangat berbahaya bagi korban. Korban akan kehilangan rasa percaya diri, menderita gangguan makan, gangguan tidur bahkan hingga dapat menjadi ketergantungan obat-obatan hingga disfungsi seksual. Salah satu ciri dari seseorang menjadi korban gangguan psikis adalah, korban akan mengalami gangguan fungsi tubuh ringan, seperti gangguan pencernaan dan sakit kepala tanpa adanya indikasi medis. Bahkan yang lebih berbahaya, korban bisa saja mendapatkan gangguan fungsi tubuh berat seperti tiba-tiba buta atau tiba-tiba lumpuh tanpa indikasi medis. Jangan pernah mengabaikan korban dari kekerasan psikis. Walaupun luka fisik dari korban tidak terlihat, namun korban akan mengalami penderitaan yang sangat berat secara psikis. Tidak jarang pula yang mencoba untuk bunuh diri. Untuk mengetahui bila seseorang telah mendapatkan kekerasan psikis bisa dibuktikan dengan adanya Visum et Psikiatrikum, yaitu merupakan keterangan akan kondisi psikologis yang dialami seseorang beserta kemungkinan sebab-sebabnya. Visum et Psikiatrikum ini dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti psikolog serta institusi atau lembaga yang berwenang mengeluarkannya. Jadi bila Anda merasa diri Anda atau anak mengalami kekerasan secara psikis, maka jangan ragu untuk segera memeriksakan diri ke psikolog.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual saat ini juga rentan terjadi tidak hanya di luar rumah, namun di dalam rumah tangga. Ada banyak sekali kasus KDRT terhadap perempuan dan anak yang terjadi di rumah. Di mana seorang anak mendapatkan pelecehan seksual dari lingkungan keluarganya, seperti kakak, paman, atau kakeknya. Bahkan, tidak jarang bila pelaku kekerasan itu adalah ayahnya sendiri. Kekerasan seksual ini tentu berdampak buruk untuk kondisi psikologis korban, terutama ketika korban yang harusnya berada di tempat yang paling nyaman untuknya, namun menjadi sebuah neraka yang menghancurkan hidupnya. Kekerasan seksual terhadap istri juga bisa terjadi dengan pelaku adalah suaminya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di 50 negara di dunia, terdapat data bila 10 hingga 60% wanita mengalami kekerasan fisik dari pasangannya. Tidak hanya dilukai dan diserang, bahkan perempuan ini juga mengalami kekerasan seksual/ pemerkosaan. Pemerkosaan atau pemaksaan berhubungan seksual yang dilakukan dengan menyakiti secara fisik atau psikis dapat dikatakan sebagai kekerasan seksual. Banyak wanita yang takut untuk melaporkan karena merasa hal tersebut lumrah dilakukan oleh suami, meskipun istri akan merasakan kesakitan secara fisik, serta psikis. Padahal hal itu harus segera dihentikan, karena bisa berdampak pada kesehatan fisik dan jiwa istri sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel, dkk. (2006); Plichta dan Falik (2001) yang menunjukkan bahwa kekerasan fisik serta seksual berhubungan dengan masalah psikiatrik, seperti depresi, kecemasan, fobia, Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD), bunuh diri, serta penyalah gunaan alkohol dan obat-obatan.
Penelantaran Rumah Tangga
Ekonomi / penelantaran rumah tangga juga kerap terjadi saat ini dengan alasan susahnya perekonomian saat ini. Namun, yang terjadi ketika istri banting tulang mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang tambahan, suami malah bermalas-malasan dan merasa jika istrinya sudah menyelesaikan permasalahan ekonomi mereka. Belum lagi ketika sang suami pergi dari rumah berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tanpa memberikan nafkah bagi sang istri. Di sinilah terjadi KDRT terhadap perempuan dan anak dalam bentuk penelantaran rumah tangga. Di mana sang suami tidak memenuh tanggungjawabnya sebagai kepala rumah tangga. Ini juga yang menyebabkan banyaknya anak-anak terlantar di luar sana, yang tidak mendapatkan perlindungan dari orangtuanya, karena ayahnya yang hilang entah ke mana dan ibunya sibuk mencari kerja.
Korban KDRT dapat Meminta Bantuan Organisasi Perempuan
Untuk menanggulangi inilah perlu adanya bantuan dari organisasi yang bergerak untuk memperhatikan dan melindungi anak dan perempuan dari kekerasan. Orgaisasi ini memiliki peran sebagai pemantau dan pengawas dari adanya kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh peremouan dan anak, dengan cara mengadukan kekerasan tersebut kepada pihak berwenang. Ini dikarenakan banyak sekali korban KDRT yang tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Itu sebabnya, organisasi tersebut harus bisa melakukan pendekatan para korban, memberikan motivasi dan edukasi bahwa dengan melaporkan adanya tindak kekerasan tidak sama dengan membuka aib sendiri. Tapi untuk membebaskan diri dari kekerasan.
Organisasi perempuan dan anak juga memiliki peran memantau perkembangan dari kasus kekerasan yang dihadapi oleh perempuan dan anak. Di mana organisasi tersebut harus mampu membantu memperjuangkan keadilan bagi korban, serta membantu korban mengatasi trauma dan memberikan semua dukungan (sosial, ekonomi, hukum) pada korban. Selain menghukum pelaku, memperbaiki sistem perlindungan, mengubah lingkungan sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Layanan ini dilakukan oleh lembaga-lembaga perempuan dengan mendirikan crisis center dan saling berjejaring agar layanan yang diberikan saling melengkapi.
Strategi Pendamping KDRT terhadap Perempuan dan Anak
Dalam Undang-undang RI No.23 Tahun 2004 mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusian. Pada umumnya masalah kekerasan dalam rumah tangga sangat erat kaitannya dengan ketiadaan akses perempuan kepada sumber daya ekonomi (financial modal dan benda-benda tidak bergerak seperti tanah, dan sumber- sumber kesejahteraan lain), usia, pendidikan, agama dan suku bangsa.
Nah, bila Anda merasa menjadi korban KDRT, jangan segan-segan untuk melaporkan ke kepolisian setempat. Anda bisa juga minta pendampingan dari advokat atau organisasi perempuan dan anak di kota Anda. Bila masih ragu atau takut, Anda bisa konsultasikan langsung kepada RED Justicia Law Firm. RED Justicia Law Firm siap membantu Anda.