Pada persidangan terkait dugaan tindak pidana pemerasan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Nikita Mirzani, terdakwa mengajukan permohonan untuk memutar rekaman suara yang diduga berisi percakapan tentang pengaturan hukum oleh Reza Gladys dan suaminya. Permohonan ini ditolak oleh majelis hakim, bahkan dilaporkan bahwa hakim meninggalkan ruang sidang saat rekaman mulai diputar. Artikel ini menganalisis keabsahan permohonan tersebut, alasan penolakan hakim, legalitas penolakan, serta langkah hukum yang dapat diambil Nikita Mirzani sesuai hukum acara pidana di Indonesia.
- Keabsahan Permohonan Memutar Bukti Rekaman
Secara hukum, permohonan untuk memutar bukti elektronik seperti rekaman suara dalam persidangan pidana adalah sah dan diakui berdasarkan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016. Bukti elektronik dianggap sah sebagai alat bukti selama memenuhi syarat berikut:
- Relevansi: Bukti harus relevan dengan perkara yang disidangkan.
- Keabsahan Perolehan: Bukti tidak boleh diperoleh secara melawan hukum, misalnya melalui penyadapan ilegal.
- Verifikasi Keaslian: Bukti harus diverifikasi keasliannya oleh majelis hakim melalui prosedur klarifikasi.
Prosedur Pengajuan
Prosedur pengajuan bukti elektronik mencakup:
- Pengajuan permohonan resmi oleh terdakwa, kuasa hukum, atau Jaksa Penuntut Umum (JPU).
- Verifikasi keaslian oleh hakim untuk memastikan rekaman tidak dipalsukan.
- Persetujuan hakim untuk memutar bukti di sidang.
- Pencatatan dalam berita acara sidang.
Dalam kasus Nikita Mirzani, permohonan untuk memutar rekaman dugaan suap adalah sah secara prosedural, asalkan bukti tersebut relevan dengan perkara pemerasan dan TPPU serta diperoleh secara sah. Namun, keabsahan ini bergantung pada pemenuhan prosedur verifikasi dan relevansi bukti.
- Alasan Penolakan Majelis Hakim
Berdasarkan informasi yang tersedia, majelis hakim menolak permohonan Nikita Mirzani untuk memutar rekaman, dan bahkan dilaporkan meninggalkan ruang sidang saat rekaman mulai diputar. Penolakan ini dapat didasarkan pada beberapa alasan hukum dan prosedural berikut:
- Ketidaksesuaian Prosedur: Hakim mungkin menilai bahwa pengajuan bukti tidak memenuhi prosedur formal, seperti belum diverifikasi keasliannya atau tidak diajukan sesuai agenda sidang.
- Relevansi Bukti: Berdasarkan Pasal 184 KUHAP, hakim berwenang menolak bukti yang tidak relevan dengan dakwaan. Jika rekaman dugaan suap tidak terkait langsung dengan pemerasan atau TPPU, hakim dapat menolaknya.
- Keaslian Dipertanyakan: Kuasa hukum Reza Gladys menyatakan rekaman tersebut fiktif. Jika hakim meragukan keaslian bukti, pemutaran dapat ditolak hingga verifikasi selesai.
- Etika Persidangan: Tindakan Nikita memutar rekaman secara mandiri melalui ponsel kuasa hukum setelah penolakan dianggap melanggar etika persidangan, yang dapat memengaruhi keputusan hakim.
- Kewenangan Hakim: Hakim memiliki diskresi berdasarkan Pasal 141 KUHAP untuk mengatur jalannya persidangan dan menolak bukti yang dianggap tidak memenuhi syarat formal atau material.
Namun, tindakan hakim meninggalkan ruang sidang tanpa penjelasan, seperti dilaporkan, dapat dianggap tidak sesuai dengan etika persidangan. Menurut Dr. Sri Wibowo, SH., M.Hum., hakim wajib memberikan alasan hukum atas penolakan untuk menjaga transparansi (Kompasiana, 2025).
III. Legalitas Penolakan oleh Majelis Hakim
Dasar Hukum Penolakan
Penolakan permohonan oleh hakim diperbolehkan berdasarkan Pasal 184 KUHAP dan Pasal 141 KUHAP, yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menilai alat bukti dan mengatur persidangan. Alasan penolakan dapat mencakup:
- Bukti tidak relevan dengan perkara.
- Bukti diperoleh secara tidak sah (melanggar Pasal 31 UU ITE tentang penyadapan).
- Bukti belum diverifikasi keasliannya.
- Bukti dapat mengganggu jalannya persidangan atau menimbulkan konflik kepentingan, terutama jika tuduhan suap mengarah pada hakim.
Penolakan juga harus sesuai dengan Kode Etik Hakim (SK KMA/MA/SK/IV/2006) dan Pedoman Perilaku Hakim, yang menekankan independensi, integritas, dan transparansi. Tindakan hakim meninggalkan sidang tanpa alasan dapat dianggap melanggar etik dan menjadi dasar pengaduan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung.
- Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Nikita Mirzani
Jika permohonan ditolak, Nikita Mirzani dapat mengambil langkah hukum berikut sesuai KUHAP dan peraturan terkait:
- Mengajukan Keberatan (Eksepsi)
Nikita dapat menyampaikan eksepsi secara lisan atau tertulis dalam sidang, dengan argumen bahwa penolakan hakim melanggar hak terdakwa untuk membela diri (Pasal 66 KUHAP). Eksepsi harus didukung argumen hukum, seperti relevansi rekaman untuk membuktikan kriminalisasi. - Mengajukan Bukti Ulang dengan Prosedur Benar
Jika penolakan didasarkan pada prosedur, kuasa hukum dapat mengajukan kembali bukti dengan memastikan verifikasi keaslian melalui laboratorium forensik dan pengajuan resmi (Pasal 184 KUHAP, Pasal 5 UU ITE). - Melaporkan Pelanggaran Etik Hakim
Tindakan hakim yang meninggalkan sidang tanpa penjelasan dapat dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Laporan harus disertai bukti, seperti berita acara sidang. - Mengajukan Praperadilan
Jika Nikita merasa proses hukumnya tidak sah (misalnya, karena dugaan kriminalisasi), ia dapat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (Pasal 77 jo. Pasal 95 KUHAP) untuk memeriksa keabsahan proses penahanan, penyidikan, atau penuntutan. Rekaman dapat diajukan sebagai bukti dalam praperadilan. - Mengajukan Banding atau Kasasi
Jika perkara diputus dan bukti rekaman tidak dipertimbangkan, Nikita dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (Pasal 233 KUHAP) atau kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 244 KUHAP) untuk meminta pemeriksaan ulang bukti. - Melaporkan Dugaan Suap
Jika rekaman berisi bukti suap, Nikita dapat melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, dengan memastikan bukti telah diverifikasi.
- Kesimpulan dan Rekomendasi
Permohonan Nikita Mirzani untuk memutar rekaman dugaan suap adalah sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP dan Pasal 5 UU ITE, asalkan memenuhi prosedur dan relevansi. Penolakan hakim diperbolehkan secara hukum, tetapi harus disertai alasan yang jelas untuk menjaga transparansi. Tindakan hakim meninggalkan sidang tanpa penjelasan dapat dianggap melanggar etik. Untuk melanjutkan pembelaan, Nikita disarankan mengajukan eksepsi, memverifikasi bukti, atau mengambil langkah hukum seperti praperadilan atau pengaduan etik.
Nikita Mirzani harus bekerja sama dengan kuasa hukum untuk memastikan prosedur pengajuan bukti dilakukan secara benar dan memanfaatkan jalur hukum yang tersedia, seperti praperadilan atau banding, untuk memperjuangkan haknya.
Call to Action
Apakah Anda menghadapi tantangan hukum serupa atau membutuhkan bantuan dalam menyusun strategi pembelaan di persidangan? Red Justicia Law Firm siap membantu Anda dengan layanan hukum profesional dan berpengalaman. Hubungi kami sekarang melalui www.redjusticialawfirm.com untuk konsultasi gratis dan langkah hukum yang tepat untuk kasus Anda!
Referensi
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. UU Nomor 19 Tahun 2016.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengawasan Hakim.
- Kode Etik Hakim (SK KMA/MA/SK/IV/2006).
- Sri Wibowo, “Etika Hakim dalam Persidangan: Analisis Kasus Nikita Mirzani,” Kompasiana, 2025 (diakses melalui pencarian web, 2 Agustus 2025).
Oleh: Tim Red Justicia Law Firm