Kasus hukum yang menimpa Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, terkait dugaan pelanggaran hak cipta lagu di gerai Mie Gacoan di Bali telah menarik perhatian publik. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penggunaan karya musik secara komersial tanpa pembayaran royalti yang sah, menyoroti pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia. Analisis hukum ini bertujuan untuk menguraikan secara terang, jelas, dan lengkap mengenai pelanggaran yang terjadi, serta menjelaskan bagaimana gerai, restoran, atau kafe seharusnya memenuhi kewajiban pembayaran lisensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

 

Ringkasan Kasus

Kasus ini bermula dari laporan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) yang menuding gerai Mie Gacoan di Bali menggunakan musik dan lagu secara komersial tanpa membayar royalti. Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali. Kerugian yang ditimbulkan diestimasi mencapai miliaran rupiah, dihitung berdasarkan rumus yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran. [1]

 

SELMI sendiri merupakan LMK yang bertugas mengelola penarikan remunerasi (imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi) untuk Broadcasting (Radio dan Televisi) dan komunikasi kepada publik. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, produser fonogram dan pelaku pertunjukan memiliki hak untuk menerima remunerasi terkait dengan penggunaan karya rekaman suara di tempat komersial. [2]

 

Dasar Hukum Hak Cipta di Indonesia

Hak Cipta di Indonesia diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dan menjadi landasan hukum utama dalam melindungi hak-hak pencipta serta mengatur penggunaan ciptaan, termasuk lagu dan musik. [3]

 

Prinsip Dasar UU Hak Cipta:

Hak Eksklusif: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan ciptaannya. Hak ini mencakup hak moral dan hak ekonomi. Hak moral melekat pada diri pencipta dan tidak dapat dihilangkan atau dialihkan, seperti hak untuk tetap mencantumkan namanya pada ciptaan. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. [4]

 

Prinsip Deklaratif: Perlindungan Hak Cipta timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa mengurangi pembatasan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini berarti pendaftaran ciptaan bukan syarat untuk mendapatkan perlindungan, namun pendaftaran dapat menjadi alat bukti yang kuat. [5]

 

Penggunaan Komersial dan Royalti:

UU Hak Cipta secara tegas mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan ciptaan secara komersial wajib membayar royalti kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta. Penggunaan komersial meliputi berbagai bentuk pemanfaatan, termasuk pertunjukan, penyiaran, penggandaan, dan distribusi. Dalam konteks kasus Mie Gacoan, pemutaran lagu di tempat usaha yang bersifat komersial termasuk dalam kategori penggunaan komersial yang wajib membayar royalti.

 

Peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN):

Untuk mempermudah penarikan dan pendistribusian royalti, UU Hak Cipta memperkenalkan peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). [6]

 

LMK: LMK adalah institusi berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait untuk mengelola hak ekonominya. LMK bertugas menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti kepada para anggotanya. Contoh LMK di bidang musik adalah SELMI, WAMI (Wahana Musik Indonesia), dan KCI (Karya Cipta Indonesia). [7]

 

LMKN: LMKN adalah lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM. LMKN bertugas mengoordinasikan penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti yang dilakukan oleh LMK. LMKN juga memiliki kewenangan untuk menetapkan tarif royalti yang berlaku secara nasional, seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang menjadi dasar perhitungan kerugian dalam kasus Mie Gacoan. [8]

 

Dengan adanya LMK dan LMKN, diharapkan proses pembayaran royalti menjadi lebih efisien dan transparan, serta hak-hak ekonomi para pencipta dan pemilik hak terkait dapat terlindungi secara optimal.

 

 

Pelanggaran yang Terjadi dalam Kasus Mie Gacoan

Dalam kasus Mie Gacoan di Bali, pelanggaran hukum yang diduga terjadi adalah penggunaan karya musik dan lagu secara komersial tanpa izin dan tanpa pembayaran royalti kepada pencipta atau pemegang hak terkait. Hal ini secara jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya terkait hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait.

 

Pasal-Pasal yang Diduga Dilanggar:

 

  1. Pasal 9 Ayat (2) UU Hak Cipta: Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan Penggandaan Ciptaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dapat dipidana. Dalam konteks kasus Mie Gacoan, pemutaran lagu di gerai yang bertujuan komersial tanpa izin dapat dikategorikan sebagai penggunaan secara komersial tanpa hak.

 

  1. Pasal 113 Ayat (3) UU Hak Cipta: Pasal ini mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam bentuk: (a) Pengumuman, (b) Pendistribusian, (c) Komunikasi, dan/atau (d) Penyiaran. Ancaman pidana yang diatur dalam pasal ini adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). [9]

 

Unsur-Unsur Pelanggaran:

 

  1. Penggunaan Komersial: Gerai Mie Gacoan adalah tempat usaha yang berorientasi profit. Pemutaran musik di dalamnya bertujuan untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi pelanggan, yang secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan penjualan dan keuntungan. Oleh karena itu, pemutaran musik ini termasuk dalam kategori penggunaan komersial.

 

  1. Tanpa Izin dan Tanpa Pembayaran Royalti: Pihak Mie Gacoan diduga tidak memiliki izin resmi dari pencipta atau pemegang hak terkait, maupun melalui LMK/LMKN, untuk memutar lagu-lagu tersebut. Konsekuensinya, tidak ada pembayaran royalti yang dilakukan atas penggunaan karya musik tersebut.

 

  1. Kerugian Ekonomi: Akibat tidak adanya pembayaran royalti, pencipta dan pemilik hak terkait mengalami kerugian ekonomi. Perhitungan kerugian yang mencapai miliaran rupiah menunjukkan skala penggunaan yang signifikan dan dampak finansial yang besar bagi para pemegang hak.

 

Kasus ini menegaskan bahwa ketidaktahuan atau pengabaian terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius, termasuk penetapan sebagai tersangka dan potensi sanksi pidana. Ini juga menjadi pengingat bagi pelaku usaha lain untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan hak cipta dalam setiap aktivitas komersial yang melibatkan penggunaan karya cipta.

 

 

Kewajiban Pembayaran Lisensi Lagu untuk Restoran, Gerai atau Kafe di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan peraturan pelaksananya, setiap gerai, kafe, restoran, atau tempat usaha lain yang memutar lagu atau musik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti. Mekanisme pembayaran royalti ini diatur untuk memastikan bahwa pencipta dan pemilik hak terkait mendapatkan hak ekonomi mereka secara adil.

 

Mekanisme Pembayaran Royalti:

 

  1. Melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK): Pengguna komersial, seperti kafe atau restoran, tidak perlu menghubungi setiap pencipta lagu secara individual. Sebaliknya, mereka dapat mengajukan permohonan lisensi dan membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang relevan. LMK bertindak sebagai perwakilan kolektif dari para pencipta dan pemilik hak terkait. Di Indonesia, beberapa LMK yang aktif di bidang musik antara lain:
  • SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia): Mewakili produser fonogram dan pelaku pertunjukan.
  • WAMI (Wahana Musik Indonesia): Mewakili pencipta lagu dan komposer.
  • KCI (Karya Cipta Indonesia): Juga mewakili pencipta lagu dan komposer.

 

  1. Peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN): LMKN berperan sebagai koordinator dan fasilitator antara LMK dan pengguna. LMKN memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna komersial kepada LMK, yang kemudian akan menyalurkannya kepada pencipta dan pemilik hak terkait. Ini menciptakan sistem satu pintu bagi pengguna untuk memenuhi kewajiban royalti mereka.

 

  1. Tarif Royalti: Besaran tarif royalti ditetapkan oleh LMKN berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Tarif ini bervariasi tergantung pada jenis penggunaan komersial dan karakteristik tempat usaha. Sebagai contoh, dalam kasus Mie Gacoan, perhitungan royalti mengacu pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 yang menetapkan tarif berdasarkan jumlah kursi di restoran. Ini menunjukkan bahwa tarif tidak bersifat flat, melainkan disesuaikan dengan potensi penggunaan dan keuntungan komersial.

 

Prosedur Pembayaran Lisensi bagi Gerai/Kafe:

Untuk gerai atau kafe yang ingin memutar musik secara legal, langkah-langkah yang umumnya harus diikuti adalah sebagai berikut:

 

  1. Identifikasi Kebutuhan: Tentukan jenis musik yang akan diputar dan perkiraan frekuensi serta durasi pemutaran. Ini akan membantu dalam menentukan LMK yang relevan dan jenis lisensi yang dibutuhkan.

 

  1. Hubungi LMKN atau LMK Terkait: Pengelola gerai/kafe dapat menghubungi LMKN atau LMK yang sesuai untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur permohonan lisensi dan tarif royalti yang berlaku. LMKN menyediakan layanan informasi dan koordinasi untuk memudahkan proses ini.

 

  1. Pengajuan Permohonan Lisensi: Ajukan permohonan lisensi dengan melengkapi dokumen yang diperlukan, seperti data usaha, kapasitas tempat, dan jenis penggunaan musik.

 

  1. Pembayaran Royalti: Setelah permohonan disetujui dan tarif ditetapkan, lakukan pembayaran royalti sesuai dengan kesepakatan atau ketentuan yang berlaku. Pembayaran ini biasanya dilakukan secara berkala (misalnya, bulanan atau tahunan).

 

  1. Pencatatan dan Pelaporan: Simpan bukti pembayaran lisensi dan catat penggunaan musik yang dilakukan. Meskipun tidak selalu diwajibkan secara detail, pencatatan ini dapat membantu dalam audit atau jika terjadi sengketa di kemudian hari.

 

Pentingnya Kepatuhan

Kepatuhan terhadap kewajiban pembayaran lisensi lagu bukan hanya masalah hukum, tetapi juga etika dan dukungan terhadap industri kreatif. Dengan membayar royalti, pelaku usaha turut berkontribusi pada kesejahteraan para pencipta, musisi, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penciptaan karya musik. Selain itu, kepatuhan juga menghindarkan pelaku usaha dari risiko hukum, termasuk denda dan sanksi pidana, seperti yang terjadi dalam kasus Mie Gacoan.

 

 

Kesimpulan

Kasus Mie Gacoan di Bali menjadi pelajaran penting bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia mengenai pentingnya kepatuhan terhadap Undang-Undang Hak Cipta, khususnya terkait penggunaan karya musik dan lagu untuk kepentingan komersial. Pelanggaran yang dilakukan oleh Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, menunjukkan bahwa pemutaran lagu tanpa izin dan tanpa pembayaran royalti dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius, termasuk penetapan sebagai tersangka dan potensi sanksi pidana.

 

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara jelas mengatur hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait, serta mewajibkan pembayaran royalti untuk setiap penggunaan komersial ciptaan. Keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti SELMI, WAMI, dan KCI, serta Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), bertujuan untuk mempermudah proses lisensi dan pembayaran royalti, sehingga hak-hak para pemegang hak dapat terlindungi dan industri kreatif dapat terus berkembang.

 

 

Rekomendasi bagi Pelaku Usaha (Restoran/Gerai/Kafe):

 

  1. Proaktif Mengurus Lisensi: Jangan menunggu sampai ada teguran atau laporan. Segera identifikasi kebutuhan penggunaan musik di tempat usaha Anda dan hubungi LMKN atau LMK terkait untuk mengurus lisensi yang diperlukan.

 

  1. Pahami Aturan dan Tarif: Pelajari dengan seksama ketentuan dalam UU Hak Cipta dan peraturan pelaksananya, termasuk tarif royalti yang ditetapkan oleh LMKN. Pastikan Anda memahami bagaimana perhitungan royalti dilakukan untuk jenis usaha Anda.

 

  1. Jalin Komunikasi dengan LMK/LMKN: Manfaatkan keberadaan LMK dan LMKN sebagai jembatan untuk memenuhi kewajiban royalti. Mereka adalah pihak yang berwenang untuk mengelola hak-hak ini secara kolektif.

 

  1. Edukasi Internal: Pastikan seluruh staf yang bertanggung jawab atas operasional memahami pentingnya kepatuhan terhadap hak cipta dan prosedur yang benar dalam penggunaan musik.

 

  1. Dukung Industri Kreatif: Membayar royalti adalah bentuk dukungan nyata terhadap para pencipta dan seniman. Ini adalah investasi untuk keberlanjutan industri musik dan kreatif di Indonesia.

 

Dengan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, pelaku usaha tidak hanya menghindari risiko sanksi pidana dan denda, tetapi juga turut serta dalam menciptakan ekosistem industri kreatif yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.

 

 

Referensi:

 

[1] Detik.com. (2025, Juli 22). *Duduk Perkara Direktur Mie Gacoan Tersangka gegara Putar Lagu Tanpa Izin*. Diakses dari [https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-8022734/duduk-perkara-direktur-mie-gacoan-tersangka-gegara-putar-lagu-tanpa-izin](https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-8022734/duduk-perkara-direktur-mie-gacoan-tersangka-gegara-putar-lagu-tanpa-izin)

 

[2] Kompas.com. (2025, Juli 21). *Direktur Mie Gacoan Bali Tersangka, Diduga Tak Bayar Royalti Penggunaan Lagu*. Diakses dari [https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/21/174215178/direktur-mie-gacoan-bali-tersangka-diduga-tak-bayar-royalti-penggunaan- lagu](https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/21/174215178/direktur-mie-gacoan-bali-tersangka-diduga-tak-bayar-royalti-penggunaan-lagu)

 

[3] Peraturan BPK. (n.d.). *UU No. 28 Tahun 2014*. Diakses dari [https://peraturan.bpk.go.id/details/38690](https://peraturan.bpk.go.id/details/38690)

 

[4] JDIH DGIP. (n.d.). *Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta*. Diakses dari [https://jdih.dgip.go.id/produk_hukum/view/id/3/t/undangundang+nomor+28+tahun+2014+tentang+hak+cipta](https://jdih.dgip.go.id/produk_hukum/view/id/3/t/undangundang+nomor+28+tahun+2014+tentang+hak+cipta)

 

[5] Hukumonline.com. (2022, Juni 26). *Dasar Hukum Hak Cipta yang Berlaku Saat Ini*. Diakses dari [https://www.hukumonline.com/berita/a/dasar-hukum-hak-cipta-lt62b9143a498ff/](https://www.hukumonline.com/berita/a/dasar-hukum-hak-cipta-lt62b9143a498ff/)

 

[6] LMKN. (n.d.). *Tentang Kami*. Diakses dari [https://www.lmkn.id/tentang-kami/](https://www.lmkn.id/tentang-kami/)

 

[7] SELMI. (n.d.). *Lembaga Manajemen Kolektif, Hak Cipta Musik, Royalti Musik*. Diakses dari [https://selmi.or.id/](https://selmi.or.id/)

 

[8] DGIP. (2025, Mei 5). *LMKN Cetak Rekor Royalti, DJKI Aktif Dorong Transparansi dan Penguatan Sistem Hak Cipta*. Diakses dari [https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/lmkn-cetak-rekor-royalti-djki-aktif-dorong-transparansi-dan-penguatan-sistem-hak-cipta?kategori=agenda-ki](https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/lmkn-cetak-rekor-royalti-djki-aktif-dorong-transparansi-dan-penguatan-sistem-hak-cipta?kategori=agenda-ki)

 

[9] Hukumonline.com. (2024, September 9). *Sekarang Nyetel Lagu di Kafe Harus Bayar Royalti!*. Diakses dari [https://kontrakhukum.com/article/sekarang-nyetel-lagu-di-kafe-harus-bayar-royalti/](https://kontrakhukum.com/article/sekarang-nyetel-lagu-di-kafe-harus-bayar-royalti/)